Liputan6.com, Jakarta Nilai tukar (kurs) rupiah melemah pada awal perdagangan Rabu. Pelemahan rupiah seiring dengan ekspektasi masih akan adanya kenaikan suku bunga kebijakan di Amerika Serikat (AS) pada bulan ini.
Kurs rupiah pada Rabu pagi dibuka melemah 19 poin atau 0,13 persen ke posisi Rp15.014 per USD dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp14.995 per USD.
“Rupiah kemungkinan masih akan cenderung melemah, terkait dengan ekspektasi kenaikan suku bunga AS,” ungkap Ekonom Mirae Asset Sekuritas Rully Arya Wisnubroto dikutip dari Antara, Rabu (5/7/2023).
Pasar menantikan rilis risalah dari pertemuan terbaru Bank Sentral As, The Fed untuk petunjuk tentang jalur kebijakan moneter. Risalah dari pertemuan Fed akan dirilis pada hari ini.
Alat CME FedWatch menunjukkan bahwa pasar memperkirakan peluang hampir 87 persen untuk kenaikan 25 basis poin dalam pertemuan Federal Reserve kali ini.
Kenaikan Suku Bunga The Fed
Ekspektasi bahwa Federal Reserve mungkin memiliki dua kenaikan suku bunga lagi pada akhir tahun ini akan terus mendorong dolar AS dan imbal hasil obligasi pemerintah, sehingga memberi tekanan terhadap emas, menurut analis pasar.
Bank sentral AS memutuskan untuk membiarkan suku bunga tidak berubah dalam pertemuan Juni tetapi mengisyaratkan bahwa biaya pinjaman mungkin masih perlu naik sebanyak setengah poin persentase hingga akhir tahun.
Data ekonomi sepanjang pekan lalu melukiskan gambaran ekonomi AS yang tangguh yang meredakan kekhawatiran resesi tetapi memicu ekspektasi bahwa Fed akan tetap pada jalur hawkish-nya.
Maka dari itu, Rully memperkirakan mata uang Garuda sepanjang hari ini akan cenderung melemah dalam rentang Rp14.955 per dolar AS hingga Rp15.150 per dolar AS.
Pada Selasa (4/7/2023) kurs rupiah ditutup naik 35 poin atau 0,24 persen ke posisi Rp14.995 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp15.030 per dolar AS.
USD Loyo Jelang Perayaan Hari Kemerdekaan AS, Rupiah Diramal Perkasa ke Rp 15.060
Sebelumnya, Indeks dolar Amerika Serikat atau USD kembali melemah di awal pekan pada Selasa (4/7). Direktur PT. Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi mengungkapkan bahwa USD kemungkinan akan diperdagangkan dalam kisaran ketat pada hari Selasa dengan pasar AS ditutup karena negara tersebut merayakan Hari Kemerdekaan.
Hal ini terutama karena pekan berakhir dengan data ketenagakerjaan utama yang dapat mempengaruhi langkah selanjutnya oleh Federal Reserve.
“Greenback melemah pada hari Senin, setelah rilis data manufaktur yang mengecewakan, dengan IMP manufaktur Institute for Supply Management turun menjadi 46,0 dari 46,9 pada bulan Mei, pembacaan terendah sejak Mei 2020,” kata Ibrahim dalam keterangan tertulis pada Selasa (4/7/2023).
Sementara itu, dalam penutupan pasar sore ini, Rupiah ditutup menguat 34 point, walaupun sebelumnya sempat menguat 45 point di level Rp. 14.995 dari penutupan sebelumnya di level Rp. 15.028.
“Sedangkan untuk perdagangan besok , mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif namun ditutup menguat direntang Rp. 14.970- Rp. 15.060,” ungkapnya.
Dia melanjutkan, survei ISM konsisten dengan ekonomi dalam resesi, tetapi hal ini mungkin masih belum cukup untuk membuat The Fed berhenti melanjutkan siklus pengetatan akhir bulan ini.
“Pasar sebagian besar tetap mewaspadai pertemuan The Fed minggu ini, dimulai dengan risalah pertemuan bulan Juni bank sentral, yang akan dirilis pada hari Rabu,” papar Ibrahim.
Sementara bank mempertahankan suku bunga stabil, itu juga menandai setidaknya dua kenaikan lagi tahun ini.
Namun, pasar menghargai peluang 88 persen bahwa The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin pada bulan Juli mendatang, mengingat tren inflasi masih jauh di atas kisaran target bank sentral.
Membebani Emas
Ibrahim juga menyebut, prospek suku bunga tinggi sangat membebani emas selama dua bulan terakhir, dan diperkirakan akan membatasi pemulihan besar pada logam kuning tahun ini.
“Namun, Bank Sentral Eropa kemungkinan akan melanjutkan serangkaian kenaikan suku bunga bersejarah, dengan kemungkinan kenaikan lain akhir bulan ini. Setelah ekspor Jerman turun di bulan Mei, menunjukkan lingkungan perdagangan yang sulit untuk kekuatan manufaktur Eropa,” tambahnya.